Kisah Astini di Surabaya, Pembunuh dan Pemutilasi yang Dihukum Mati

Surabaya –

Warga Kampung Malang, Surabaya digegerkan temuan potongan kepala terbungkus plastik di Sungai Wonorejo pada 6 Februari 1996. Temuan itu langsung dilaporkan ke Polsek Tegalsari. Sedangkan potongan kepala dibawa ke RSU dr Soetomo untuk diidentifikasi.

Berita penemuan itu terdengar ke telinga Agus Purwanto. Ia mengaku kehilangan kakak perempuannya bernama Puji Astuti, yang juga warga Kampung Malang. Puji dikabarkan menghilang dari rumahnya sejak 4 Februari 1996.

Agus kemudian berusaha mendatangi kamar jenazah RSU dr Soetomo untuk mengidentifikasi potongan kepala. Agus rupanya mengenali potongan kepala itu adalah kakaknya, Puji Astutik yang hilang.
BANDARCERUTU4D.COM
Polisi langsung membuat tim penyelidikan. Beberapa warga dipanggil dan dimintai keterangan sebagai saksi. Polisi lalu mendapatkan keterangan dari seorang warga yang melihat korban Puji ke rumah Astini sekitar pukul 16.00 WIB, sebelum ia dilaporkan menghilang oleh keluarganya.

Dari hasil penyelidikan, polisi lantas menangkap Astini Sumiasih. Awalnya Astini mengelak telah membunuh. Namun setelah dicecar sejumlah pertanyaan dalam interogasi, akhirnya ia mengakui membunuh Puji.
BANDARCERUTU4D.COM
Ia mengaku jengkel karena dimaki dan dihina oleh korban ditagih utangnya. Kepada polisi, Astini menuturkan kronologis pembunuhan tersebut.

Sore itu, tanggal 4 Januari 1996, Astini sedang duduk di teras rumahnya di Jalan Kampung Malang Utara I, Wonorejo, Tegalsari, Kota Surabaya. Astina tiba-tiba dihampiri Puji yang bermaksud menagih utang sebesar Rp 20 ribu.
Baca juga:BANDARCERUTU4D.COM
Pembunuhan Istri Simpanan di Surabaya-Mayatnya Disimpan Dalam Pipa Besi

Seperti biasa, Astini mengaku belum punya uang untuk membayarnya. Mendengar jawaban ini Puji geram. Kata-kata hinaan dan makian lantas dilontarkan ke Astini. Bukan tanpa alasan Puji melontarkan kata-kata hinaan. Sebab setiap ditagih Astini selalu mengaku belum punya uang.

Mendapat hinaan dan cacian ini, Astini sakit hati. Ia lantas mengajak Puji masuk ke rumah. Astini berpura-pura akan mengambilkan uang untuk membayar utangnya.

Puji percaya saja dan duduk di ruang tamu. Sedangkan Astini menuju ke belakang. Bukan uang yang dibawa, Astini malah membawa potongan besi panjang yang kemudian dihantamkan ke kepala Puji dengan membabi buta. Akibatnya, darah mengucur dan kepala Puji hampir hancur.

Astini kemudian menyeret tubuh Puji ke dapur dan menggulungnya dengan tikar. Ini agar jenazah Puji tak diketahui tiga anak dan suaminya. Tak lama, Astini kemudian membersihkan ceceran darah yang ada di ruang tamu.

Malamnya, sekitar pukul 02.00 WIB, Astini melakukan aksi kejinya lagi. Kali ini, ia memotong-motong tubuh korbannya menjadi 10 bagian. Potongan tubuh itu dimasukkan ke dalam 10 kantong plastik.

Astini kemudian membuang kantong-kantong berisi bagian tubuh Puji ke sejumlah tempat sampah dan sungai. Sedangkan pakaian dan kunci motor korban dibuang ke sumur di belakang rumah.

Namun, keesokan harinya, seorang warga menemukan potongan kepala korban yang tersangkut ranting pohon di sungai Wonorejo. Dari temuan ini lah kisah kekejian Astini kemudian terungkap.
Baca juga: BANDARCERUTU4D.COM
Astini Dieksekusi Mati dengan Mata Terbuka dan Posisi Duduk

Tak hanya itu, dalam pengakuannya, Astini juga mengaku telah membunuh dan memutilasi dua orang tetangganya yakni pada Rahayu dan Sri Astutik pada tahun. Sama dengan Puji, Rahayu dan Sri Astutik dikabarkan hilang oleh keluarganya.

Adapun motifnya juga sama, jengkel saat ditagih utang. Saat itu, Astini berutang kepada Sri Astutik sebesar Rp 550 ribu pada 1992 dan Rahayu sebesar Rp 1,2 juta pada 1993. Kepada polisi, Astini mengaku telah menghabisi nyawa Rahayu sekitar bulan Agustus 1992. Sedangkan, Sri Astutik dibunuhnya pada 1 November 1993.

Polisi melimpahkan kasusnya ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya usai berkasnya lengkap. Majelis hakim PN Surabaya lantas menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Astini pada 17 Oktober 1996.

Astini sempat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur. Selama menunggu putusan banding, Astini ditahan di Lapas Wanita Sukun, Malang. Januari 1997, majelis hakim PT Jawa Timur justru memutuskan menguatkan keputusan PN Surabaya. Tak menyerah, Astini pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
BANDARCERUTU4D.COM
Pada Juni 1997, MA memutuskan tetap sama menjatuhkan hukuman mati seperti amar putusan di PN Surabaya dan PT Jawa Timur. Ia sempat mengajukan peninjauan kembali (PK) ke MA, tapi hasilnya sama.

Langkah terakhir, Astini kemudian mengajukan grasi kepada Presiden Megawati Soekarnoputri. Upaya Astini untuk bertahan hidup kandas. Permohonan grasi Astini ditolak Presiden Megawati pada 9 Juni 2004.

Minggu, 20 Maret 2005, Astini dibawa ke luar Rutan Medaeng menuju lapangan di daerah Benowo. Di sana perempuan kelahiran 22 September 1955 sudah ditunggu oleh regu tembak dan dieksekusi mati.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *